Otoritas manajemen social media mengancam kebebasan bependapat
1. Contoh kasus pemblokiran akun atau penghapusan konten secara sepihak oleh pihak sosial media.
Kasus
pemblokiran akun di Instagram, seperti halnya yang terjadi dengan akun Ustadz
Abdul Somad (24/2), bukanlah hal yang pertama kalinya. Pemblokiran misterius
oleh pihak Instagram sudah lazim terjadi. Di Instagram, ada istilah yang
disebut sebagai shadowban untuk menggambarkan kondisi ini.
Shadowban adalah kebijakan Instagram untuk memblokir sebuah akun tanpa
klarifikasi terlebih dahulu kepada pemilik akun.
Dalam halaman term and condition (ketentuan
dasar) Instagram, shadowban atau
penghentian layanan sepihak ini membuat penayangan konten jadi tidak terlihat.
Dampaknya, proses engagement jadi
terhambat. Kemudian ini menjadi masalah apabila seorang influencer yang terkena shadowban. Dalam contoh kasus akun
@ustadzabdulsomad yang memiliki pengikut 1,6 juta, tentu pemblokiran ini sangat
merugikan.
Faktor-faktor penyebab shadowban
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
akun Instagram diblokir secara misterius oleh pihak Instagram. Pertama-tama,
Instagram melihat beberapa perilaku spesifik. Contohnya, seperti melihat
aktivitas spam di sebuah akun. Dalam keterangan resminya. Instagram berharap,
sebuah akun lebih fokus mengembangkan konten daripada mendorong seseorang untuk
meningkatkan trafik lewat sistem buatan (artifisial).
Dalam
Instagram, sebenarnya seorang pengguna memiliki limit atau batasan untuk
komentar, like, atau memposting ulang sebuah konten. Dalam aturan Instagram, pada bagian C tentang hal-hal yang perlu pengguna ketahui, di
pasal nomor empat menyebutkan bahwa Instagram memaksakan batasan dalam beberapa fitur dan
layanannya. Pada pasal yang Instagram buat, tidak tersebut berapa jumlah batasan-batasannya.
Kemungkinan
besar, aturan ini dibuat untuk menghindari aktivitas akun palsu (bot) di
Instagram yang telah meraup banyak pengikut. Blogger Androidtipster,
menyebutkan dengan jelas hasil eksperimennya ketika mencoba mencari tahu
batasan Instagram. Hasilnya ia menemukan, dalam sehari satu akun, maksimal
bisa mengikuti sebanyak 70 akun per jam. Angka ini ia dapatkan setelah
menguji batasan dalam akunnya sendiri. Ia telah mencoba mengikuti 800 akun
Instagram per harinya.
Masih
menurut uji coba Androidtipster, satu hari akun Instagram bisa
memberi like sebanyak 1,5x jumlah follower mereka.
Misalnya, seseorang memiliki follower sebanyak 400. Maka
dalam sehari pengguna ini bisa menyukai konten Instagram sebanyak 600 kali.
Namun
pada intinya, Instagram menyukai aktivitas-aktivitas yang alamiah daripada
aktivitas-aktivitas berlebihan. Sehingga sistem mereka bisa mengidentifikasi,
mana akun organik ataupun akun bot.
Kemungkinan
besar, akun Ustadz Abdul Somad teridentifikasi sebagai salah satu dari bot.
Pasalnya, akun palsu Ustadz Abdul Somad di Instagram ada banyak sekali.
Sementara tagar #ustadzabdulsomad juga berjumlah ratusan ribu jumlahnya.
Bisa jadi, ketika Instagram menemukan aktivitas berlebihan
di platform-nya terkait UstadzAbdul Somad, maka mereka menganggap
ada aktivitas akun bot maupun spamming di dalamnya.
Dalam pencarian saya, ada banyak sekali aktivitas yang bisa
menjadi landasan kenapa akun Ustadz Abdul Somad bisa jadi teridentifikasi
sebagai bot oleh Instagram. Pertama, ada banyak sekali akun duplikat Ustadz
Abdul Somad di Instagram. Akun yang menduplikasi Ustadz Abdul Somad jauh lebih
banyak daripada akun yang menduplikasi akun Gisella Anastasia yang memiliki
jumlah pengikut 14,7 juta. Kedua, tagar Ustadz Abdul Somad jauh lebih banyak
daripada tagar akun lain dengan jumlah pengikut serupa.
Dengan kata lain, berkaca dari kasus pemblokiran akun Instagram
Ustadz Abdul Somad, bisa jadi pemblokiran sepihak karena akun resmi
Ustadz Somad dicurigai sebagai salah satu akun duplikat. Untuk menghindarinya,
sebaiknya akun asli dengan pengikut yang banyak, lebih baik diberi tanda
verifikasi atau centang biru di dalamnya. Ini untuk membedakan akun tersebut
dengan akun duplikat dan terhindar dari pemblokiran sepihak dari Instagram. Hal
ini pun berlaku bagi pengguna ataupun influencer Instagram lainnya.
2. Motivasi sosial media melakuka pemblokiran atau penghapusan?
Menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo),
Rudiantara sering dicecar karena kebijakannya memblokir media sosial (medsos).
Mulai dari Vimeo hingga Telegram, kena imbas penutupan akses di Indonesia.
Rudiantara mengungkapkan bahwa tak ada niatan bagi dirinya untuk memblokir media sosial (medsos). Namun langkah pemblokiran harus dilakukan demi menjaga masyarakat dari pengaruh konten negatif.
"Pemerintah tidak ada niat melakukan pemblokiran medsos karena medsos memberi manfaat kepada masyarakat Indonesia. Kenapa harus diblok? Nggak ada pemikiran dari pemerintah untuk memblok," tutur Rudiantara.
Rudiantara mengungkapkan bahwa tak ada niatan bagi dirinya untuk memblokir media sosial (medsos). Namun langkah pemblokiran harus dilakukan demi menjaga masyarakat dari pengaruh konten negatif.
"Pemerintah tidak ada niat melakukan pemblokiran medsos karena medsos memberi manfaat kepada masyarakat Indonesia. Kenapa harus diblok? Nggak ada pemikiran dari pemerintah untuk memblok," tutur Rudiantara.
Dia lantas mencontohkan medsos tak hanya digunakan untuk alat
komunikasi, melainkan sudah merambah menjadi sarana jual beli bagi para
penggunanya.
"Manfaatnya lebih banyak daripada mudharatnya," sebut pria yang sering dipanggil Chief RA ini.
"Manfaatnya lebih banyak daripada mudharatnya," sebut pria yang sering dipanggil Chief RA ini.
Disampaikannya, pemerintah mengambil keputusan
pemblokiran medsos, lantaran untuk melindungi dari konten negatif seperti
pornografi, radikalisme, hingga terorisme. Langkah pemblokiran medsos juga
dilakukan apabila pemilik medsos tidak kooperatif mengatasi isu-isu tersebut.
"Cara apalagi yang harus kami lakukan agar masyarakat ini tidak terpapar dengan konten yang berkaitan dengan radikalisme atau terorisme? Satu-satunya jalan ya blok, nanti datang, pasti keluar (pemilik medsosnya)," kata dia.
Cara ini yang diambil Kominfo dengan memblokir Vimeo dan Telegram. Bedanya dari Vimeo, CEO Telegram Pavel Durov kooperatif dan menyambangi Indonesia.
Sebelumnya, dikatakan Menkominfo, cara pemerintah ini juga didukung oleh DPR khususnya Komisi I. Tak hanya take down akun, bahkan memblokir platform-nya pun didukung jika sang empunya tak bisa mengatasi konten-konten negatif di dalamnya.
"Sebagai pemerintah tentu kita ingin menjaga radikalisme dan terorisme tidak berkembang di Indonesia, kita harus potong. Belum lagi dengan konten yang lain yang bisa diperdebatkan," imbuhnya.
"Cara apalagi yang harus kami lakukan agar masyarakat ini tidak terpapar dengan konten yang berkaitan dengan radikalisme atau terorisme? Satu-satunya jalan ya blok, nanti datang, pasti keluar (pemilik medsosnya)," kata dia.
Cara ini yang diambil Kominfo dengan memblokir Vimeo dan Telegram. Bedanya dari Vimeo, CEO Telegram Pavel Durov kooperatif dan menyambangi Indonesia.
Sebelumnya, dikatakan Menkominfo, cara pemerintah ini juga didukung oleh DPR khususnya Komisi I. Tak hanya take down akun, bahkan memblokir platform-nya pun didukung jika sang empunya tak bisa mengatasi konten-konten negatif di dalamnya.
"Sebagai pemerintah tentu kita ingin menjaga radikalisme dan terorisme tidak berkembang di Indonesia, kita harus potong. Belum lagi dengan konten yang lain yang bisa diperdebatkan," imbuhnya.
3. Bagaimana mekanisme nya?
Maraknya penyebaran informasi melalui media sosial perlu
diwaspadai. Sebab, kebebasan informasi itu berpotensi melanggar hak-hak
masyarakat lain atau yang menjadi objek dalam informasi itu.
saat ini masyarakat dihadapkan pada keadaan di mana media
sosial secara serampangan digunakan sekelompok orang untuk menghakimi atau
menistakan pihak lain.
Kita juga dihadapkan kepada fenomena penggunaan media sosial
sebagai sarana untuk memamerkan sikap acuh tak acuh, kemarahan dan kebencian
terhadap kelompok tertentu.
Menurut sumber, media sosial memang merupakan sarana untuk
mewujudkan kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi. Namun perlu
ditegaskan bahwa kebebasan berpendapat atau kebebasan berekspresi melalui media
mana pun tidak pernah sebebas-bebasnya tanpa batas dan etika.
Kebebasan berpendapat dibatasi oleh hak-hak orang lain untuk
diperlakukan secara layak dan adil, hak-hak setiap orang untuk mendapati ruang
publik yang beradab.
ruang publik ada milik semua orang, oleh karena itu siapa pun
yang berbicara di ruang publik harus memiliki kedewasaan, sikap
bertanggung-jawab dan mampu berempati kepada orang.
sangat penting untuk mengingatkan kepada semua pihak,
khususnya unsur-unsur politik untuk tidak menggunakan media sosial maupun media
massa sebagai sarana untuk menebarkan sikap permusuhan, kebencian, sikap
acuh-tak-acuh yang berdimensi politik, agama, etnis maupun golongan.
Media sosial dan media massa harus ditempatkan sebagai
sarana untuk berbagi dan mewujudkan empati social.
Dengan mekanisme yg ada saat ini ,
kemungkinan untuk disalah gunakan itu ada. Karna fitur report yang bebas
dilakukan tanpa pertimbangan lebih lanjut memungkinkan oknum2 tidak bertanggung
jawab dapat memblokir sebuah akun sembarangan , apalagi dalam sebuah
website/aplikasi tersebut tidak dikenakan biaya sehingga oknum2 tersebut bisa
membuat lebih dari satu akun untuk mereport user terkait
Soalnya dia ga berbuat yang hal buruk tapi
karena banyak yangg gaksuka haters lah misalnya dia bisa aja report, Padahal yang
di report ga berbuat hal seperti sarkas dll.
Kebanyakan pihak ig(instagtam) tuh nyimpulin
karena banyak yg report
5. Berikan solusi yang lebih baik agar semua pihak merasa adil!
Seharusnya dari pihak ig(instagtam) tuh dia melihat akun nya dulu di telusuri
apakah benar-benar terjadi keributan karena postingannya, alasan nya supaya
adil.
Dan pihak ig mampu bersikap proaktif dan
tidak selalu berpikir negatif yang dapat merugikan seseorang atau masyarakat,
dengan langkah pemblokirannya.
sebaiknya pikirkan dulu solusi yang lebih
baik sebelum melakukan pemblokiran. Meski demikian, konten yang jelas-jelas
merusak seperti yang berbau pornografi serta tindakan dan aktivitas terorisme
harus diblokir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar